Standar Ruang Isolasi di Rumah Sakit

A. KEBIJAKAN TERKAIT RUANG ISOLASI DI RUMAH SAKIT

1. UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
2. UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
3. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
4. UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
5. PP Np. 36 Tahun 2006 tentang Bagunan Gedung
6. Permenkes No. 56 Tahun 2014 tentang Perijinan dan Klasifikasi Rumah Sakit
7. Kepmenkes No. 1204 Tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan RS
8. Kepmenkes N. 270 tentang 2007 tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RS
9. Kepmenkes no. 382 tahun 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan PPI RS
10. Kepmenkes No. 1087 Tahun 2010 tentang Standar bayaran RS
11. Pedoman Teknis Bangunan Ruang Isolasi RS Dit, JangMed Tahun 2014


B. MAKSUD DAN TUJUAN

Penanganan pasien infeksi di ruang isolasi membutuhkan bangunan, prasarana, peralatan, 
dan lingkungan yang memadai untuk mencegah penularan terhadap pasien, petugas dan 
pengunjung.

Ruang Isolasi harus memenuhi persyaratan teknis agar tercapai tujuan penempatan pasien 
infeksi menular dan meningkatkan mutu layanan Rumah Sakit


C. SASARAN

RS Publik dan RS privat harus menyiapkan ruang isolasi dalam memberi layanan 
kesehatan bagi pasien yang mengidap penyakit infeksi menular agar tidak terjadi transmisi 
infeksi dari pasien kepada pasien lain, petugas dan pengunjung


D. KATEGORI RUANG ISOLASI 

1. Isolasi untuk transmisi Kontak

2. Isolasi untuk transmisi droplet

3. Isolasi untuk transmisi airborne

4. Isolasi untuk Protektif (Hal khusus)

Tipe Ruang Isolasi Berdasarkan Pengaturan Tekanan Udara

- Tipe S     : tidak ada beda tekanan dengan ruangan sekitar

- Tipe N     : tekanan udara lebih negatif daripada ruangan sekitar

- Tipe P     : tekanan udara lebih positif daripada ruangan sekitar 

- Tipe N-P : tekanan udara bisa disesuaikan tergantung pasien yang dirawat. Tipe ini 
                    tidak direkomendasikan karena keseulitan perawatan dan pengoperasian

1. ISOLASI UNTUK TRANSMISI KONTAK
    
    Bertujuan untuk mencegah penularan penyakit infeksi yang mudah ditularkan melalui 
    kontak langsung. Pasien perlu kamar tersendiri. Petugas memakai masker apabila 
    mendekati pasien; jubah dipakai bila ada kemungkinan kotor, sarung tangan dipakai 
    setiap menyentuh badan infeksius. Cuci tangan sesudah melepas sarung tangan dan 
    sebelum merawat pasien lain. 

    Ruang isolasi berbentuk jenis S
    Bisa sederhana dengan memaksimalkan natural ventilasi atau dengan bantuan wall 
    fan dan exhaust fan

    Alat-alat yang terkontaminasi bahan infeksius diperlakukan seperti pada isolasi airborne

    Isolasi kontak diperlukan pada pasien bayi baru lahir dengan konjungtivitis,
    gonorhoea, infeksi kulit oleh Streptococcus grup A, herpes simpleks, rabies, 
    rubella, MRSA, resisten E coli ISK, Norovirus, Pseudomonas aeruginosa, Herpes 
    simpleks virus, dll.

2. ISOLASI UNTUK TRANSMISI DROPLET

    Tujuannya untuk mencegah penyebaran patogen yang dikeluarkan pasien saat batuk, 
    bersin, dan bicara yang dapat diteruskan melalui transmisi kontak tidak langsung. 

    Penempatan pasien dalam kamar terpisah, petugas kesehatan harus memakai APD: 
    masker, gaun, sarung tangan untuk mencegah transmisi droplet, misalnya pada pasien 
    pertusis, influenza.

    Digunakan ruang isolasi jenis S
    dengan persyaratan pertukaran udara per jam lebih besar. Bisa sederhana dengan 
    memaksimalkan natural ventilasi atau dengan bantuan wall fan dan exhaust fan





3. ISOLASI UNTUK TRANSMISI AIRBORNE

    Tujuan isolasi ini adalah mencegah penyebaran semua penyakit menular yang 
    ditransmisikan melalui udara. 

    Pasien ditempatkan di kamar tersendiri dan petugas yang berhubngan dengan pasien 
    harus memakai Alat. Pelindung Diri seperti respirator partikulat, gaun, sarung tangan 
    bagi petugas, masker bedah bagi pasien dan pengunjung. Petugas mematuhi aturan 
    pencegahan yang ketat. 

    Isolasi ketat dperlukan pada pasien dengan penyakit tuberculosis, antraks, cacar, difteri, 
    varicella. 

    Pergantian sirkulasi udara > 12 kali per jam. Udara arus dibuang keluar, atau 
    diresirkulasi dengan menggunakan filter HEPA (High-Efficiency Particulate Air). 

    Digunakan ruang isolasi jenis N, tekanan negatif di dalam ruang rawat dan anteroom



4. ISOLASI UNTUK PROTEKTIF (HAL KHUSUS)

    Tujuan untuk mencegah kontak antara patogen yang berbahaya dengan pasien yang 
    mempunyai daya tahan tubuh rendah atau menurun

    Pasien harus ditempatkan dalam ruangan yang mempermudah terlaksananya tindakan 
    pencegahan transmisi infeksi. Misalnya pasien yang sedang menjalani pengobatan 
    sitostatika, mendapat terapi imunosupresi atau 
    paska transplantasi. 

    Digunakan ruang isolasi jenis P

    Anteroom tekanan engatif sedangkan ruang rawat tekanan positif. 





E. PERSYARATAN LOKASI RUANG ISOLASI

a. Ruang isolasi harus terhindar dari sirkulasi/lalu lintas rutin unit lain. 

b. Pilihan tempat isolasi dan penempatan pasien di dalam ruang isolasi harus direncanakan 
    dengan teliti dan dirancang untuk lebih mencegah transmisi penyakit infeksi. 

c. Lokasinya dapat tersendiri dalam sebuah unit rawat inap ataupun merupakan satu 
    klaster yang hanya berisi uang isolasi. 

d. Saat merancang bangunan saranan pelayanan kesehatan di rumah sakit, sebaiknya 
    tempat isolasi terletak tersendiri dari bagian-bagian lain, dan dibangun di tempat yang 
    diperkirakan mempunyai karakteristik angin yang baik sepanjang tahun

e. Udara harus diarahkan dari tempat perawatan pasien ke tempat terbuka di luar gedung 
    yang jarang igunakan dilalui orang. 

f. Di dalam ruang pencegahan infeksi melalui airborne, pasien harus ditempatkan dekat 
    jendela bukan dekat pintu masuk. 

g. Ruang isolasi sebaiknya berada dalam area yang dapat dipantau oleh perawat.  


F. PRASARANA YANG DIBUTUHKAN PADA RUANG ISOLASI

1. Konstruksi Instalasi Mekanikal pada bangunan ruang isolasi rumah sakit meliputi:
    a. Instalasi Tata Udara (sumber dan aliran udara, tekanan, suhu, kelembaban)
    b. Instalasi Gas Medik, Vakum Medik
    c. Instalasi Sanitasi (instalasi penyediaan air bersih, instalasi pengelolaan limbah cair dan instalasi pengelolaan limbah padat, baik medis dan non medis)
    d. Instalasi Proteksi Kebakaran 

2. Konstruksi Instalasi Elektrikal pada bangunan ruang isolasi rumah sakit meliputi:
    a. Instalasi Elektrikal
    b. Instalasi Sistem Komunikasi dan Keamanan (intercom, CCTV)
    c. Instalasi Pencahayaan (letak lampu terhadap pasien di saat tidur)
    d. Instalasi Kelistrikan (juga sumber cadangan listrik digunakan saat darurat/listrik mati)


G. PERSYARATAN PERALATAN KESEHATAN DI RUANG ISOLASI

1. Peralatan medis dan nonmedis harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu 
    keamanan, keselamatan, dan laik pakai 

2. Peralatan medis harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh BPFK dan/atau institusi 
    pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang 

3. Peralatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi ketentuan dan harus 
    diawasi oleh lembaga ang berwenang

4. Penggunaan peralatan medis dan nonmedis di Ruang Isolasi harus dilakukan sesuai 
    dengan indikasi medis pasien

5. Pengoperasian dan pemeliharaan peralatan Ruang Isolasi harus dilakukan oleh petugas 
    yang mempunyai kompetensi di bidangnya 

6. Pemeliharaan peralatan harus didokumentasi dan dievaluasi secara berkala dan 
    berkesinambungan

7. Ketentuan mengenai pengujian dan/atau kalibrasi peralatan medis, standar yang 
    berkaitan dengan keamanan, mutu, dan manfaat dialksanakan sesuai dengan ketentuan 
    perundang-undangan. 


H. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN BILA DIPILIH VENTILASI ALAMI

1. Ventilasi baik yang masuk maupun keluar tanpa hambatan yang berarti

2. Dimensi pintu, jendela, dan jalusi/lubang angin, disesuaikan dengan 15% bukaan dari 
    luas ruangan

3. Kecepatan rata-rata angin yang dapat terjadi, serta jangka waktu adanya angin 

4. Peletakan dan ketinggian jendela dan jalusi/lubang angin dari lantai 

5. Desain jendela/lubang angin, bentuk, ukuran, dan bahan yang digunakan

6. Arah angin yang diinginkan baik yang masuk maupun keluar

7. Lokasi ruangan yang berkaitan dengan pencegahan infeksi

8. Penempatan posisi meja konsultasi, periksa dan kuris pasien, terhadap kursi dokter/staf 
    medik, posisi staf registrasi dan pasien yang mendaftar serta tempat tidur pasien 
    infeksius

9. Monitoring dan pemeliharaan ruang isolasi harus dituangkan dalam suatu bentuk sistem 
    pemeliharaan terencana

10. Memiliki Standar Prosedur Operasional (SPO)

11. Hasil laporannya harus didokumentasikan dan dilaporkan secara tertulis kepada 
      pimpinan RS 


I. TARGET PEMELIHARAAN BANGUNAN DAN PRASARANA PADA RUANG ISOLASI

1. Sistem Interior Ruangan (Lantai, Dinding, Plafon, PIntu, Jendela & Furniture)

2. Sistem Tata Udara (AHU/FCU, Split duct/AC-unitHEP FilterExhaust Fan 
    Instalasi Ducting)

3. Sistem Kelistrikan (Sumber listrik cadangan, Jaringan Distribusi dan Lampu)

4. Sistem Gas Medis (Bedhead, gas outlet, regulator/flowmeter gas medis)

5. Sistem Komunikasi dan Keamanan (Telepon, AiphoneNursecallPaging System
    Televisi dan CCTV)

6. Sistem Sanitasi (Air Bersih dan Pengelolaan Limbah)

7. Signage ruangan: label (tekanan ruangan, petunjuk jenis ruangan isolasi, dan 
    pemakaian APD), nama ruangan, petunjuk arah, dll. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2016 tentang Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit - Part 2 : Ruang Gawat Darurat dan Ruang Operasi

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2016 tentang Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit - Part 7 : Ruang Dapur dan Gizi, Laundry, Kamar Jenazah, Pengelolaan Limbah